Kamis, 24 Juni 2010

Sehari-cinta part 5..aku adalah radit..

……Aku hanya bisa menatapi setangkai mawar merah yang merekah darinya, terlalu absurd bagiku melangkah mencari sosok laura kala itu, bingung, sejenak kumerenungkan apa yang terjadi saat ini, tak pernah terfikirkan olehku semua berubah hanya dalam sekejap, bahkan masih hangat dalam ingatanku bagaimana tangan laura melingkar erat dipinggangku ketika kuberjalan dengannya beberapa menit yang lalu, masih erat dalam genggamanku secarik kertas bioskop yang tak jadi kunikmati, pukul 21.00, sudah terlewat 20menit film yang awalnya ingin kunikmati dengan laura. Sejak awal aku tahu,hubungan ini hanyalah sebuah jalan yang seharusnya tidak ku ambil, yang seharusnya tidak pernah kutaburkan benih dalam dirinya, hingga saat ini benih ini telah mekar dan merekah diantara aku dan laura, Sejenak kumenarik nafas dalam-dalam sebelum akhirnya kuputuskan untuk meninggalkan tempat ini, sebuah pilihan yang tidak bisa kubantah lagi ; tidak mencari laura. Setangkai mawar merah pemberian laura seolah memanggilku ketika kuberjalan meninggalkan tempat itu tanpa membawa mawar merah dan secarik kertas pemberian laura, karena kupikir biarlah laura menerjemahkan sendiri ketika ia mencoba mencariku, biarlah setangkai mawar itu yang menjawab mengapa kumeninggalkan laura tanpa mencoba berusaha mencarinya.

*****

“aris..”, laura menghela nafas, dilihatnya tatapan mata aris yang terlihat tajam kala itu, namun laura berusaha tenang,lalu melanjutkan pembicaraan, ”aku pengen ngomong sama kamu..” laura terdiam, aris hanya tersenyum melihat keanehan sikap laura kala itu, tapi laura tidak membalas senyuman aris, laura hanya terdiam. Kaku.
“kenapa hun? Lagi ada masalah ya?“ tangan aris melingkar di pundak laura, aris seolah ingin menunjukan keakraban yang selama ini mereka bangun, tapi laura menampik, berusaha menurunkan tangan aris dari pundaknya. Aris hanya terdiam, mungkin ia memaklumi keadaan saat itu yang tengah ramai.
“iya ris…” tangan laura gemetar ketika ia memegang segelas orange juice pesanannya. “..tentang hubungan kita” ,laura terdiam, kepalanya menunduk seolah tak ingin melihat reaksi aris saat itu, ia pasti tahu reaksi aris yang telah lama dikenalnya. Keras. Menyeringai bak macan kelaparan.
“kenapa? Hubungan kita baik, kamu mau lebih serius? Kalo kamu mau lebih serius, Sabar ya hun, kamu kan masih kuliah”
“bukan itu ris…” laura dengan cepat menampik, berusaha mengalihkan pembicaraan aris saat itu, karena memang bukan itu maksud pembicaraannya, rangkaian kata yang telah ia siapkan sebelumnya selalu mengganjal untuk dikeluarkan, tertahan di ujung lidahnya. Ia tidak menyangka aris berfikiran seperti itu,
“terus?”
Sebuah pertanyaan dari aris membuat laura terdiam cukup lama, Ia tahu, aris adalah pria baik. Dengan segala kekurangannya selama ini, aris tetap menjadi yang terbaik untuk dirinya, selalu menemaninya saat ia membutuhkan. Pikiran laura terlempar jauh ke dalam kepingan masa lalu, ingatan akan saat-saat mesra yang dialami membuat laura terdiam cukup lama, ia teringat saat aris menyatakan cintanya, saat aris dengan kepolosannya mengatakan cinta di sebuah pojok kelas SMA Taruna Jaya, saat aris dan dirinya berjanji akan menjaga hubungan ini dengan baik sampai akhir nanti. Tetesan air mata laura terjatuh membulir di pipinya, tetesan air mata yang hanya laura ketahui sebabnya, sebuah penyesalan telah membohongi aris atau bukan, hanya ia yang tahu.
“kamu kenapa ra?”
Laura kembali terdiam, membisu, tak sepatah kata pun terucap dari bibir manisnya, Ucapan dari aris seolah hanya angin lalu saja baginya, walaupun sebenarnya ia mendengar, tapi ia masih belum bisa untuk bekata jujur padanya. Bimbang, pikiran laura seolah menjadi dilema, begitulah manusia, selalu ingin mempunyai pilihan, tetapi ketika pilihan itu datang lebih dari yang diharapkan, manusia tidak bisa menentukan pilihan. Pilihan yang sulit bagi laura, memilih aris yang telah menemaninya selama lebih dari 2tahun atau Radit, pria yang baru saja dikenalnya, yang telah membuat hidupnya menjadi lebih berwarna. Laura semakin terjebak ke dalam sebuah ingatan masa lalu. Pendirian laura hampir goyah karena satu hal, rasa cinta yang sebenarnya masih ada kepada aris sesungguhnya tak ingin ia lepaskan begitu saja. Di depannya, aris hanya terdiam, entah mengapa aris begitu berbeda saat itu, sifat egois dan pemarah yang biasa ia keluarkan seolah-olah menghilang, mengapa aris terlihat lebih baik dari biasanya? “God, tolong aku…” laura bergumam dalam hati. Perasaannya berkata, Ia hanya ingin bersama Radit, bukan aris.
“Aku ga bisa jalanin hubungan ini lagi ris…” laura memecahkan keheningan yang sebelumnya terjadi, kedua mata mereka bertemu di udara “aku ga bisa lagi sama kamu…” aris hanya terdiam, tangannya menyentuh pipi laura perlahan ,lembut, lalu dilihatnya laura dengan tatapan mata yang redup, “lihat aku ra..” aris membujuk. Laura hanya terdiam. Ia tahu, bila saat itu ia menatap aris, semua akan buyar, ia akan kembali luluh oleh ucapan manis aris yang selalu berjanji, selalu ingin berubah, tapi nyatanya? Itu hanya sebuah omong kosong. “tidak untuk kali ini” gumam laura dalam hati. Tapi aris terus membujuk dengan kata-katanya yang terdengar manis, bahkan mengiming-imingi sesuatu yang mewah. “aku bukan wanita murahan ris..bukan harta yang aku cari, tapi aku butuh kasih sayang, dan aku ga dapetin itu dari kamu” . ucap laura dalam hati.

“aku udah pikir baik-baik ris. Ini jalan terbaik buat kita, kamu ga ngerti perasaanku. Kamu udah beda ris. Maaf.”
“tapi ra, aku bisa berubah….kasih aku ke…”
“sssstt…cukup ris”,laura memotong pembicaraan,” aku yakin dengan keputusanku. Aku yakin aku ga ngambil keputusan yang salah, makasih untuk semua yang udah pernah kamu lakuin untukku.” Laura menangis.
“kamu kenapa? Kamu yang beda akhir-akhir ini. Aku selau nyoba untuk hubungin kamu, tapi selalu ga ada jawaban. Bosen sama aku? Lagi suka sama cowo lain?” Nada bicara aris semakin meninggi, ditariknya tangan laura dengan kuat. Laura berusaha menampik, namun aris lebih kuat.
“kamu apa-apan sih ris, ini yang aku ga suka dari kamu, kamu keras!!” mata mereka bertemu di udara. Kali ini laura lebih berani menantang aris. Namun Aris melunak, tiba-tiba saja sikapnya berubah menjadi lebih baik, berusaha merayu laura dengan segala kemampuannya ; memohon, berjanji, bahkan bersumpah untuk menjadi lebih baik. Namun , semua itu hanya sia-sia belaka. Laura mengacuhkannya.
“telat.” Ucap laura sembari berjalan menjauhi aris dengan wajahnya yang masih terlihat cekungan bekas air mata yang membulir beberapa menit yang lalu. Aris berusaha menarik tangan laura, mencoba menahannya, namun dengan sekuat tenaga laura melepaskan tangan Aris yang mecoba menariknya. Kali ini Aris tidak mengejar, hanya sebuah perkataan yang samar-samar terdengar di telinga laura saat itu.
“aku ga terima ra,.liat nanti, kamu bakal nyesel lakuin ini.”
Laura terus melangkah meninggalkan aris, air mata laura tak henti-hentinya mengalir membasahi pipinya. Saat ini,hanya satu yang ia cari, Radit, seseorang yang ia ingin jadikan sandaran baginya, laura terus melangkah menuju tempat dimana ia tinggalkan Radit sekitar 30menit yang lalu. Dengan air matanya yang masih mengalir, laura semakin cepat melangkah dengan tangannya menutupi sebagian wajahnya yang terlihat bengkak karena air mata. Sepi. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Radit saat itu. “Radit, kamu dimana? Aku butuh kamu dit” laura terus mencari, tak dipedulikannya air mata yang terus mengalir membasahi pipinya, berkali-kali Laura berusaha menghubungi Radit, namun gagal, hanya suara mesin penjawab yang didengarnya. Laura berdiri kaku di salah satu tiang penyangga ruangan,pikirannya kosong, hanya sebuah penyesalan yang menggantung di pikirannya. Lalu ia duduk di samping sebuah tempat sampah di ruangan itu,lemas, tak hanya raganya terasa lemas, tapi juga hatinya ikut terasa lemas saat itu. Mata laura tertuju pada sesuatu, sebuah tempat sampah abu-abu di sampingya : setangkai mawar merah teronggok layu dan Secarik kertas terkoyak lemas diantara sampah ruangan .

****

Radit berjalan menyusuri malam yang memisahkan siang, langkahnya terhenti pada sebuah jembatan penyebrangan yang sepi, disandarkan tubuhnya pada pengaman jembatan yang sudah terlihat kusam. Sementara mobil lalu lalang dibawahnya, radit hanya duduk bersandar di lantai jembatan itu, pikirannya melayang entah kemana. Hanya seorang pengemis kecil yang sedang tertidur yang menemaninya, radit melihat anak itu, sebuah realita kehidupan yang harus dijalani, radit mencoba tegar seperti pengemis kecil yang tertidur, kuat manjalani hidup. Radit melangkah mendekatinya, meletakkan jaketnya menyelimuti pengemis kecil yang tidur terlelap di tengah hembusan angin malam, lalu radit memalingkan wajahnya pada sebuah kenyataan, alunan kakinya melangkah meninggalkan pengemis kecil yang sedang tertidur, lalu menuju rumah laura.
“aku di depan rumah kamu ra”
Radit mengirim pesan singkat kepada laura. Laura bergegas keluar. Tidak ada radit. Hanya secarik kertas terselip diantara pagar yang menjulang tinggi di depan rumahnya. Radit menghilang bersama malam. Laura mencari, mencoba menghubungi. Namun, hanya secarik kertas yang tersisa jejaknya.

“Maafkan aku, laura..
aku hanyalah pengganggu hubunganmu dengannya selama ini,
aku mengalah untuk sebuah pilihan yang menurutku adalah sebuah kesalahan bagiku,
sebuah kesalahan yang seharusnya tidak pernah kita jalani,
anggap saja aku hanyalah sebuah kenangan yang kelak akan kau simpan dalam hatimu,
biarlah hanya aku, kau dan tuhan yang tahu bahwa selama ini kita menjalani suatu hubungan yang indah untukku,
terima kasih laura,
untuk “sehari-cinta” yang akan “kutinggalkan padamu..
untuk sehari cinta yang tidak akan pernah kulupakan sepanjang hidupku..”


1 tahun kemudian.

Penyakit ginjal yang dialami laura kembali menghampiri. Sudah 5 hari laura berbaring di rumah sakit menunggu operasi ginjal yang akan dijalani, 2 hari lagi operasi dimulai. Radit dengan setia menemani laura menghadapi sebuah ketakutan yang teramat sangat, kematian. laura tersenyum melihat radit, dilihatnya lelaki yang satu tahun lalu mustahil dimilikinya, berada tepat disampingnya.

"dit, aku dapet donor ginjal..2 hari lagi aku operasi"

laura mengirimkan pesan singkat kepada Radit. Tidak ada balasan dari radit. operasi sudah semakin dekat. radit menghilang. Satu hari sebelum laura menjalani operasi cangkok ginjal, laura meninggal dunia.

Tak sepasti musim dan waktu, rencana manusia kadang tak berjalan seperti harapan.
Kita hanya bisa berkehendak dan berdoa,
selebihnya ia berkuasa di luar kita,
Tapi kamu tahu, sepasti musim dan waktu.
aku mencintaimu, selalu.
Seperti matahari yang terus terbit mengawali hari dan terbenam demi malam, aku terus menemanimu..
sampai nanti, ketika ragaku tak lagi berujung.
Perasaanku padamu tak pernah berujung.
Jika aku boleh berharap, aku akan terus berada di dekatmu.
Begitu banyak yang ingin kubagi denganmu
Terlalu banyak yang ingin kutunjukan padamu,
Tapi KEMATIAN bukan pilihan,
Juga CINTA,
Bagiku, keduanya adalah hidup.
Keduanya bukan pilihan
Aku akan menjalaninya dengan ikhlas
Kalaupun waktu TIDAK lagi bicara banyak,
Seluruh cintaku akan terus mengatakannya kepadamu,
Bahwa aku,
Selalu mencintaimu..


Tamat. Jenazah Radit dimakamkan di samping kuburan Laura. Dan ginjal keduanya didonorkan kepada sepasang anak kembar yang sampai sekarang masih hidup. Seperti hati laura dan radit yang masih tertanam di kedua anak kembar itu.

When death cant be option, i will still be here, as long as you hold me, in your memory.

memoriam of :
R.I.P Raditya Nugraha Pratama

R.I.P Laura putri kusuma atmaja

Jakarta, Mei 2010..

Thanks to Miranda untuk puisi "ungu violet'a di bagian terakhir. maaf tanpa ijin.

Thanks to teman-teman yang udah baca semua tulisan ini. tanpa kalian, aku bukanlah siapa-siapa.

Sepertinya ini akan menjadi tulisan terakhir.

mohon kritik dan sarannya

Terima kasih.
Jakarta, 16 Juni 2010

Sehari cinta kutinggalkan padanya part 4..sebuah ketidakpastian..

Kamis yang cerah, mataku masih terlalu sepat rasanya ketika kucoba melawan kantuk yang teramat sangat menghipnotisku, jarum jam menunjukan pukul 7 ketika kumelihat jam dinding yang selalu setia menggantung di tengah dinding kamarku, selalu menemaniku, selalu setia mengingatkan apa yang harus kukerjakan hari ini, walaupun terkadang aku adalah pengkhianat waktu, tapi ia tanpa lelah terus mengingatkan dan membuatku mengetahui akan pentingnya waktu. Malas bagiku untuk mengikuti kuliah Bahasa Indonesia saat itu. Masih cukup sepi suasana kampus ketika kumelihat sosok laura dari kejauhan, masih terlalu jauh bagiku hanya untuk sekedar menunggu dan menyapanya, nanti saja, pikirku.
“Ih sombong..” kata laura. Aku hanya bisa tertegun, terkaget mengetahui sosoknya sudah berdiri di belakangku.
“ngga kok..udah masuk nih..ayo buruan” ucapku.
“tunggu donk…” Kutinggalkan laura tiga langkah dibelakangku, aku hanya bisa tersenyum dalam hati ketika sejenak kumelihat sosoknya tersengal-sengal menaiki anak tangga, kubuka pintu ruangan 309 ketika dosen bahasa Indonesia sedang memberikan materi kuliah pagi itu, dua papan tulis penuh sudah dilahapnya ketika kumelewati sosoknya menuju bangku nomor dua dari belakang. Aku duduk di belakang, sementara laura duduk paling depan.

“nanti malam ketemu yah di tempat biasa..”

Berat rasanya untuk tidak menemuinya malam ini, sebuah pesan singkat yang tadi pagi ia kirimkan berhasil menggodaku, begitulah aku, terlalu rapuh untuk hal-hal yang seharusnya bisa kuhindari, ajakan makan malam darinya adalah kesempatan langka yang sayang untuk kulewati. Seperti biasanya, sebagai seorang penulis, deadline tulisan yang akan kukirimkan kepada salah satu surat kabar telah menungguku, belum terlalu sore rasanya untuk sekedar merampungkan tulisan yang akan ku kirim, masih ada waktu sebelum ku bergegas menemui laura di salah satu kafe di bilangan cibubur yang terkenal sangat ramai. Hanya perlu sedikit editing sebelum tulisan ini kukirimkan kepada pemimpin redaksi yang galak itu, dia adalah pak hermanto, pemimpin redaksi yang selalu disegani oleh karyawannya. Tapi bagaimanapun, ia adalah sosok disiplin yang mampu membawa surat kabar itu menjadi salah satu surat kabar yang cukup mumpuni di negeri ini. Beruntung bagiku bisa mengisi salah satu kolom di sana, perkenalanku dengan pak hermanto pun terjadi secara tidak sengaja, anak perempuannya, riany, adalah teman sekampusku. Ia yang pertama kali memperkenalkan tulisanku kepada ayahnya, hingga suatu saat aku dipanggil untuk menghadap dengannya. Mulai saat itulah aku rutin mengisi salah satu kolom di surat kabar itu setiap minggu.

Sebuah pesan singkat mendarat di layar handphoneku ketika aku sedang merampungkan editing tulisan yang harus kukirim malam ini. Sebuah nama terpampang jelas di layar handphoneku,laura, dalam pesannya ia kembali mengingatkanku untuk datang malam ini. Pasti, hanya itu kata yang kukirimkan padanya.

Kafe , pukul 19.15 malam
Malam itu, kulihat sosok laura tampak berbeda dari biasanya, paduan gaun semi formal hitam selutut dan sepatu high heels membuat laura tampak cantik malam itu, anggun, gemulai dan feminim tentunya. Tatapan mataku seolah tak ingin terlepas darinya, kulihat sosok laura yang begitu sempurna dibalut dengan kecantikan wajahnya membuatku sedikit menelan ludah untuk menikmati pancaran wajahnya yang begitu menghipnotisku. Sempurna, walaupun ku tahu tak ada manusia yang sempurna, begitulah sosok laura malam itu. Andai saja kubisa memberikan nilai dari satu sampai sepuluh, pasti angka sepuluh telah kuberikan padanya. Berlebihan memang, tapi kurasa itu harga yang pantas untuk sebuah kecantikannya, begitu mempesona.

“hey..” laura mengagetkanku saat tatapan mataku belum tersadar dari keelokan wajahnya. Aku hanya bisa terdiam, sesaat pikiranku belum kembali normal seperti biasanya saat ia menyapaku, begitu menghipnotisku. “hai..” sapaku. Kecupan bibir laura tiba-tiba mendarat di pipiku, lagi-lagi aku hanya bisa terdiam, menikmati saat-saat yang mungkin takkan pernah terulang lagi atau akan terulang di setiap pertemuan berikutnya, begitu harapku.
“jalan yuk..” ucap laura ketika aku belum saja menyempatkan diriku untuk terduduk di kursi yang telah kutarik dari tempatnya.
“kemana? udah malam ra…” belum selesai ku mengajukan pertanyaan kepadanya, ia telah menutup mulutku dengan jarinya yang sangat lentik. Menyentuh tipis tepat di tengah bibirku, ia hanya tersenyum menatapku. Senyuman yang menggoda, Aku pun hanya bisa terdiam, membiarkan diriku larut bersamanya malam itu, Dengan sedikit rayuan dan sifatnya yang sedikit memanja, laura berhasil memaksaku untuk pergi bersamanya. Entah kemana. Tanpa pikir panjang, laura langsung menarikku untuk masuk ke dalam mobilnya.

Cibubur junction 20.00 malam
Aku hanya menurut mengikuti langkahnya ketika ia mengajakku menonton salah satu film favoritnya, Sebuah permintaan dipanjatkan laura ketika kuberjalan menuju dirinya setelah kumembeli tiket film itu ,
“masih lama kan filmnya, ke bawah dulu yuk sebentar” lagi-lagi aku hanya bisa mengikuti permintaannya. Seperti anak kecil dipelukkan ibunya, selalu menurut untuk mengikuti perintah orang tuanya, begitulah aku saat itu.
“mau kemana ra? oia ini tiketnya..” ucapku sembari menjulurkan sebuah tiket yang telah kupesan sebelumnya. Kulihat tatapan picik tersembul di kedua matanya, senyuman yang berbeda dari biasanya menambah rasa penasaranku saat itu, tapi laura kembali meyakinkanku.
“udah ikut aja, tutup mata kamu yah..please…sebentar aja..ga nyampe 5 menit kok..mau yah,,” begitulah laura, selalu saja merayu dengan kata-kata yang terdengar manja di telingaku, sulit bagiku untuk menolak permintaannya, apalagi ia hanya menyuruhku untuk menutup mataku dengan selembar kain berwarna hitam miliknya. laura hanya menuntunku untuk mengikuti alunan langkahnya ketika mataku tertutup oleh kain hitam miliknya,

“tunggu sebentar yah..nanti kalau ku misscal baru boleh dibuka..aku mau ngasih surprise buat kamu,.jangan dibuka pokoknya..kalo dibuka, aku marah..” ujar laura ketika ia meninggalkanku di salah satu ruangan yang sama sekali tidak kuketahui letaknya. Aku hanya bisa menunggu, padahal menunggu adalah pekerjaan yang paling membosankan bagiku, sambil menunggu, aku hanya bisa membayangkan senyumannya yang kulihat beberapa menit yang lalu, menikmati saat-saat indah ketika ia berbicara dan menatapku, menikmati suaranya yang menggemaskan ketika ia memintaku dengan sikapnya yang manja.
Sepi, detik demi detik mengalir, tanpa sedikitpun kumerasakan sosok laura datang menghampiriku, terlalu lama kumenunggu saat itu. Kurasakan getaran alunan kaki menghampiri tempatku berdiri, kudengar suara perempuan sayup-sayup terdengar pelan di telingaku, laura, itu pasti laura, pikirku. Karena ku tahu laura adalah sosok penuh kejutan yang membuat hidupku selalu berwarna, yang membuat hidupku selalu dipenuhi keceriaan bila kuselalu dengannya. Kucoba membuka ikatan kain hitam yang melekat di kedua mataku, sudah terlalu lama bagiku untuk menunggu, tak ada pesan atau dering pesan masuk dari laura, hanya ada setangkai bunga mawar merah dan secarik kertas terletak dihadapanku. Mawar yang indah dan tulisan yang singkat, namun penuh makna.

“aku selesaiin urusanku sama pacar aku,
10 menit aja..
Kalo kamu sayang aku,
Cari aku…love u..

Tertanda,

Laura “

to be continue..sehari cinta part V..

Cerita ini hanyalah karangan dan fiksi belaka..bila ada kesamaan ataupun kemiripan pada karakter atau tokoh maupun tempat kejadian, itu hanyalah sebuah ketidaksengajaan, karena cerita ini adalah lazim ditemui.

Cimanggis, 11 juni 2010

Selasa, 22 Juni 2010

Sehari Cinta part 3...Sehari Cinta kutinggalkan padanya....

Awalnya biasa saja, ketika siang itu ia menyapaku. Rona wajahnya yang memerah ketika ku berpapasan dengannya, mengingatkanku akan senyuman putri indonesia yang kulihat dua hari yang lalu. senyumannya yang tipis, tapi menyejukkan. Begitulah dia, laura, dengan segala kesederhanaan yang ia miliki, ia berhasil mengikatku. Deretan kursi panjang yang terpapar lemah di sudut lantai 3 itu menemani obrolan ku bersamanya. Obrolan singkat, namun dalam. Begitulah akhir-akhir ini kulalui dengannya. Bersama dengannya adalah sebuah kebahagian, sebuah keindahan yang tidak semua orang bisa memiliki, mungkin aku adalah satu diantara sepuluh ribu pria yang bisa memiliki kebahagian itu, sementara yang lain hanya menikmati cinta karena keinginan sesaat, nafsu dan gengsi, ataupun karena maksud lain yang tidak bisa kita ketahui detailnya.

Jarum jam belum menunjukan pukul 12.30 ketika kuberanjak meninggalkan ia di sudut lantai 3 yang sepi itu, sementara ia berjalan menuju arah yang berlawanan, aku berjalan menuju ruang perkuliahanku. Tidak ada yang tahu percakapan ku dengannya saat itu, hanya aku, ia dan Tuhan yang tahu. Lorong lantai 3 itu terasa sepi. Hanya tersisa sekelebat bayangan laura yang terus berjalan menjauhiku. Padahal saat itu kuberharap ia berhenti dan berbalik kepadaku, namun kenyataannya lain. Setelah kusadari, ternyata hanya perasaanku saja lorong itu terasa sepi. Mungkin pikiranku menerawang entah kemana sehingga tidak mempedulikan keadaan sekitar, atau mungkin pikiranku tertinggal dan terbawa dalam senyumannya. Entahlah.

Sore itu, jarum jam menunjukan pukul 3 ketika dosen Analisis makanan menghentikan materinya, sementara yang lain beranjak dari kursi dan meninggalkan ruangan itu, aku hanya terdiam membuka layar handphoneku. Tak ada pesan masuk. Dengan langkah gontai ku menyusuri untaian anak tangga menuju lantai dasar kampus. Wajah-wajah penuh kelelahan terukir dalam setiap orang yang kutemui sore itu, belum sampai kumenginjakkan kaki pada anak tangga ketiga, kulihat sosoknya berjalan gemulai melewati gerombolan manusia yang memenuhi selasar lantai dua. Entah ia melihatku atau tidak, atau ia pura-pura tidak melihatku, ia terus berjalan santai menuju suatu ruangan di sudut lantai dua, dan menemui teman lelakinya sambil berangkulan, mesra.

Buyar. Sebuah kekosongan yang telah terisi olehnya kembali menghancurkanku. Sebuah jawaban atas ketidakpastian yang selama ini menggangguku terkuak di depan kedua bola mata. Kosong. Tiba-tiba pikiran ini kosong. getaran handphone buatan china milikku membuyarkan lamunanku. Dalam layar handphoneku terlihat sebuah pesan masuk darinya, dengan segera kubuka isi pesan singkat itu, tentunya sambil berharap ia menjelaskan lelaki itu bukanlah siapa-siapa baginya. Namun, dalam pesannya ia berkata , “jangan sms aku dulu ya..”. Ironi memang. Sebuah jawaban atas kebaikannya selama ini terjawab sudah.

Kekasih gelap. Entahlah. Mungkin begitulah aku di matanya, Atau mungkin aku yang salah mengartikan kebaikan ia padaku selama ini, atau aku yang salah menafsirkan perasaan ia padaku. Ia menganggap teman, dan aku menganggap lebih. Sebelumnya, kebaikannya adalah secercah harapan bagiku untuk masuk dalam ruang terkecil di hatinya untuk kutumbuhi benih-benih kasih sayang yang akan ku tancapkan padanya. Namun, ternyata itu salah. Ternyata aku salah mengartikan kode-kode yang ia kirim kepadaku, sinyal itu hanyalah sebuah sinyal pertemanan. Tak lebih.

Deretan antrian kendaraan bermotor yang memenuhi Margonda raya semakin merunyamkan pikiranku. Ditambah lagi perilaku pengemudi sepeda motor yang tidak memperhatikan sekelilingnya, serta perilaku sopir angkutan kota yang berhenti seenaknya menambah beban pikiranku. Perjalanan Lenteng Agung – Cimanggis kali ini terasa lama, padahal telah kucoba untuk membawa motorku secepat mungkin.

Sesaat pikiran itu kembali menggangguku, Ingin tahu siapa lelaki tersebut.

Kucuran air yang dikeluarkan shower kamar mandi membuatku sedikit lebih segar, cukup lama kumenikmati kucuran air yang membasahi setiap bagian tubuhku, bagai memadamkan panas api yang tak henti-hentinya padam dalam jiwaku. Di saat lain, Jari jemari ini terus mengajakku untuk menari di atas keypad smartphone milikku dan selalu merayuku untuk mengirim pesan singkat padanya, tapi kuurungkan niat itu untuknya. Bagiku, kebahagiannya jauh lebih penting. Biarlah perasaan ini terus terpendam di lapisan yang paling dalam. Hanya aku yang tahu.

Roda terus berputar, sore berganti malam. Suara jangkrik yang saling berbisik menemaniku malam itu, termenung di rooftoop 2nd floor rumah adalah tempat favorit bagiku untuk memikirkannya. Semilir angin malam yang menusuk setiap persendian tak menghalangiku untuk menikmati indahnya rangkaian bintang yang menghiasi malam. Tentunya sambil berharap bintang jatuh dapat kunikmati malam itu, dan ku pun berharap dalam doaku ketika malam itu kutemui bintang jatuh. Sebuah Make a wish yang kupanjatkan kepada-Nya.


Pukul 22.00
Dering SMS berbunyi dari handphoneku, tak lama berselang kubuka pesan singkat darinya :

“maaf ya tadi ada cowo aku, besok ketemu yah jam 9..jangan lupa..love u^^”


Ketika kau terdiam, terduduk dan termenung sunyi,
kau adalah sebuah lukisan kecil yang terus menggoda,
Namun, ketika kau berlari lalu bersembunyi dibelakangku,
kau adalah sebuah misteri yang seharusnya tak pernah melekat di hati.



BEING HONEST Part V

Cerita ini hanyalah sebuah karangan. Apabila ada kesamaan dan kemiripan dalam alur maupun tokoh, itu tak lain hanyalah kebetulan belaka, karena kejadian ini adalah umum ditemui.


Cimanggis, 3 juni 2010
Diposkan oleh Maulana yasha di 16:38 0 komentar

Senin, 21 Juni 2010

Sehari Cinta part 2...Kejujuran cinta..

Malam itu, rooftoop 2nd floor rumahku, tak henti-hentinya kiriman sms menjerap dalam layar handphone buatan china milikku. Pesan singkat yang tak henti-hentinya kukirim dan kuterima menemani malam panjang itu. Semilir angin yang menyentuh roma bulu kuduk membuatku bergegas menuju kamar pribadiku. Beginilah derita panjang malam ini, pesakitan. ketika semua orang menikmati malam hidupnya, aku hanya terbujur lemah di seonggok kasur yang selalu menemani setiap malam-malamku, bagai dihujam pisau-pisau yang selalu menusuk setiap persendianku, aku hanya terdiam, kaku. Tapi rupanya ia tidak ingin mengetahui keadaanku. Baginya, aku hanyalah pembawa kebahagiaan yang dapat membuatnya bahagia setiap saat, tanpa mempedulikan apa yang terjadi padaku. Bahkan ketika aku mengeluh rasa sakitku yang teramat sangat padanya, ia hanya berkata ku terlalu manja, dan ia terus menguraikan kata-kata lain dalam setiap pesan singkatnya, tentu tanpa mempedulikan keadaanku. Ia bukanlah siapa-siapa bagiku, ia hanyalah sebuah memory indah yang tak pernah tercapai saat itu. Gadis itu, Laura, merupakan sebuah kenangan indah yang tak pernah tercapai karena suatu hal bagiku. Begitu banyak batas yang tidak bisa menyatukanku, begitu banyak sekat yang menghalangiku tuk bersamanya.

Malam itu, Pukul 00.00
Sebuah pesan singkat yang tak henti-hentinya mendarat di layar handphoneku kembali membangunkanku. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah diselesaikan dari tadi kembali ditanyakan kepadaku. Seperti biasa, manusia selalu penuh pertanyaan yang sebenarnya bisa ia jawab sendiri, kita terlalu malas untuk sejenak berfikir menyelesaikan pertanyaan yang kita miliki. selalu mengandalkan seseorang untuk menyelesaikan suatu masalah adalah sebuah kesalahan, walaupun tidak sepenuhnya salah. Karena bagaimanapun, kita diciptakan untuk saling mengisi kekosongan dalam hidup ini. Kubuka layar handphone yang dari tadi tidak henti-hentinya menyala. Namun entahlah, bagaimana seorang wanita dapat mengorbankan hubungannya yang telah berjalan lama hanya untuk sebuah keinginan. Padahal kita baru saling mengenal, Semua manusia mempunyai kelebihan dan kekurangan, dari sudut pandangnya, mungkin aku adalah sebuah kelebihan, sebuah keindahan yang ingin dia miliki, padahal bila ia tahu, mungkin aku hanyalah sebuah kemunafikan. Kemunafikan untuk tidak mengakui perasaanku secara langsung kepadanya.

Bila saja kau tahu perasaanku padamu,
aku tak hanya ingin skedar mengenalmu,
juga tak hanya ingin sekedar memilkimu,
Namun bagiku, semuanya adalah hidup.
Begitu banyak hal yang tidak bisa kuungkapkan padamu.
Begitu banyak hal yang tak bisa kujelaskan padamu.
Kalau saja waktu bisa kembali berputar.
aku lebih memilih untuk tidak mengenalmu,
karena bagiku,
Kau adalah mimpi indah yang tak seharusnya hadir dalam dunia nyataku.

Pagi , jumat di penghujung akhir bulan mei itu, belum saja mataku terbuka untuk menyambut pagi ini, ia telah membangunkanku. Mendahului seseorang yang seharusnya membangunkanku di pagi yang cerah itu. Belum lagi kusempat membaca pesan singkatnya, ia kembali mengirimkan pesan singkat kepadaku. Entahlah siapa yang lebih ia pilih, aku atau pacarnya yang telah menemani dia lebih dari 2 tahun itu.

Kumandang suara adzan siang itu mengingatkanku untuk segera bergegas menuju rumah ibadah yang selalu dinanti-nanti, Tapi bagaimana mungkin jumat siang rumah ibadah itu selalu penuh? padahal di hari-hari lainnya rumah ibadah itu selalu sepi, terlalu enggan untuk dikunjungi. Lantas itukah yang disebut sebuah paksaan? hanya mereka yang bisa menjawab.

Menjalani hubungan dengan sebuah paksaan adalah sebuah kemunafikan, apalagi bila kita selalu membanding-bandingkan pasangan kita dengan orang lain, Semua manusia diciptakan berbeda. Tidak semua yang kita inginkan harus selalu kita dapat, apalagi kita paksakan. Kebahagian bukan terlahir dari sejauh mana kita mempunyai pasangan yang sempurna, tapi kebahagiaan terlahir dari sebuah kesempurnaan untuk melihat kekurangan pasangan kita dengan mata sempurna. Janganlah sekali-sekali meragukan kesetiaan pasangan kita, karena ketika hal itu terjadi, sesungguhnya kesetiaan kitalah yang patut dipertanyakan.

Kejujuran cinta. Percayalah bahwa kau selalu dikelilingi oleh orang-orang yang selalu menjagamu, di setiap detik dan alunan langkahmu.

Terinspirasi dari pesan singkat dengannya yang tak henti-hentinya dua hari ini.

Cimanggis, 28 mei 2010



Maulana Yasha

Minggu, 13 Juni 2010

Sehari Cinta part 1..Sebuah Keikhlasan untuk menerima..

Semua mata terkesima, ketika pagi itu matahari mulai menunjukan keelokan wajahnya. Seakan Ia malu untuk menampakan dirinya. Namun ia menggoda dan memaksa kita untuk berhenti dari buaian bunga tidur. Tanpa kita sadari sang raja siang itu berhasil membangunkan kita dengan senyumannya yang rupawan. Pagi itu, ditemani secangkir teh hangat dan sepotong roti isi keju yang melumeri permukaan badan roti itu, aku memulai akivitas. Seperti biasa, rutinitas sehari-hari yang harus ku lalui. Begitulah hidup. Awalnya biasa saja, deretan antrian sepeda motor yang mewarnai kemacetan ibukota menambah runyam pagi itu. Jarum jam menunjukan pukul 8 tepat ketika aku berjalan meniti untaian anak tangga yang tersusun begitu rapih. Kubuka pintu 306 itu, dan kulihat bangku kosong dideretan nomor dua dari belakang.

Pukul 09.30
Menunggu adalah suatu pekerjan yang paling membosankan bagiku. Entahlah, tapi bagiku membuat orang menunggu adalah hal biasa. Seperti halnya ketika aku berkata “iya” untuk sebuah janji yang sebenarnya mungkin tidak bisa ku lakukan, Lebih tepatnya tidak bisa aku tepati. Begitu lama menunggu waktu itu, padahal aku menunggu hanya untuk sebuah pikiran yang selama ini menggangguku. Ketika ku berjalan menuju lorong lantai tiga itu, rasa yang mungkin telah hilang saat kulalui hidup ini tiga tahun dengannya seakan terlahir kembali.

Pukul 10.40. Sesuai rencana, Ia duduk di depan dan aku di belakang. Hanya bisa memandanginya adalah sebuah keindahan bagiku. Mungkin sebuah keajaiban bila saat itu ku bisa mengenalnya, walaupun ku tahu mungkin hari itu menjadi hari terakhir bagiku untuk mengenalnya. Entahlah walaupun ia akan menjauh setelah mengetahui perasaanku kepadanya, tapi ku tetap bersyukur atas apa yang terjadi hari ini. Sebuah memory indah di kelas itu.

Keikhlasan untuk menerima adalah sebuah pikiran, lebih tepatnya perbuatan yang sering kali seseorang susah untuk melakukannya. Entahlah. Mungkin bagi sebagian orang keikhlasan hanyalah sebuah pikiran atau bahkan hanya sebuah filosofi. Sebagian lagi beranggapan keikhlasan adalah suatu perbuatan. Ironi memang.

Berasal dari suatu kata yang tersusun dari sepuluh deretan kata alfabetis, Keikhlasan menjadi sebuah kenistaan, lebih tepatnya kenistaan yang mendalam. Tapi bagaimana manusia bisa memilih sepuluh dari dua puluh lima kata yang tersedia dalam susunan abjad alfabetis sehingga menjadi sebuah makna yang begitu indah. Hanya tuhan yang tahu.

Menjalani kehidupan diiringi dengan keikhlasan adalah sebuah pilihan. Sebagian orang lagi menyebut keikhlasan sebagai sebuah paksaan. Keihlasan menerima segala sesuatu yang terjadi memang sulit, namun lebih sulit lagi bila kita tidak bisa ikhlas menerimanya.


Namun, Menerima apa yang tidak bisa dimiliki adalah sebuah keindahan. Dan menjadi lebih indah bila kita ikhlas menerimanya.

Terinspirasi atas kejadian hari ini di ruangan itu.

Terima kasih.

Cimanggis, 12 Mei 2010


Maulana Yasha

Sabtu, 05 Juni 2010

Sebuah kebohongan..being honest part II

Kebohongan. Suatu kamuflase yang membuat kita menjadi lebih "baik", diantara deretan kata-kata yang tersusun dalam deretan huruf alfabetis, kebohongan merupakan suatu klimaks, begitu indah. Dengan kebohongan, semua terasa mudah. Jumat, hari itu, diantara lorong panjang lantai 3, penulis berjalan, menatap keindahan, sampai sebelum akhirnya kebohongan mewarnai detik itu, bunyi gerakan pintu yang menggericit, bagai menggambarkan apa yang akan terjadi saat itu. ya, sebuah konsekuensi akibat kejujuran, lebih tepatnya kelalaian, harus diterima saat itu.

Kejujuran, merupakan sebuah proses panjang yang menjadi dilema untuk kita lakukan. Sementara kebohongan? suatu waktu kejujuran bisa menjadi sebuah kebohongan. begitu juga sebaliknya, begitu tipis perbedaannya, setipis helaian benang sutra yang terurai, mungkin lebih tipis dari itu, tiada batas. Di ruang itu, 309, kebohongan dimulai, alunan pena yang menari-nari mengikuti kebohongan menghiasi secarik kertas yang terurai lemas saat itu. Tanpa tahu sebabnya, pena itu dipaksa menari dan terus menari, mengikuti simfoni indah yang ditimbulkan oleh pikiran, lebih tepatnya kenistaan.

Terkadang, kita harus menerima konsekuensi tanpa harus tahu sebabnya. Tidak adil memang. Tapi bukankah keadilan hanya lahir dari sebuah kekuasaan. Lebih tepatnya kekuasaan pengajar yang mungkin sulit ditembus oleh seorang mahasiswa. Dan sulit untuk bisa diterima secara logika. Itulah hidup. Mengalir bagai alunan nyanyian yang terkadang indah, dan mencapai puncak ketika kita berbicara reff-nya. Namun, suatu waktu kita bisa terjatuh, karena tanpa kita sadari mungkin kita tidak bisa mengikuti melodi irama yang indah itu.

Seperti saat itu, jumat di bulan kelima kalender hijriah, saat mengerjakan soal yang diberikannya itu. Ia melihat, namun seolah tak memperhatikan. Ia mendengar, namun tak merasakan. Entah disengaja atau tidak, itulah yang terjadi saat itu. Entah siapa yang berbohong saat itu, mahasiswa yang dengan pena-nya berdansa di atas kertas dengan bantuan handout itu, atau Ia yang terpaku membisu di sebuah meja besar itu. Tapi bagiku mungkin itu adalah sebuah hadiah atas perbaikan yang tidak pernah diceritakan sebelumnya atau mungkin sebagai hadiah atas nilai terburuk dari soal-soal yang tidak pernah diajarkan sebelumnya. Lantas siapa yang berbohong? Entahlah.

Kebohongan bukanlah pilihan. Tetapi menjadi bohong karena keadaan adalah suatu keputusan. Kita tidak bisa selalu bohong, atau bahkan membohongi diri kita sendiri atas apa yang kita lakukan. Semuanya berjalan beriringan. Ketika kebohongan menjadi sebuah kenyataan, kita hanya bisa menjalani dan berharap bahwa kebohongan itu hanyalah sebuah kekosongan yang terpaksa kita isi. Karena kebohongan selalu meninggalkan gerbong kejujuran yang selalu membuntuti kita. Itulah hidup.

Lagi – lagi, tulisan ini tidak bermaksud untuk memaksa kalian untuk tahu siapa yang bohong atau tidak. Ini hanyalah sebuah catatan kecil. Tidak memaksa kalian untuk berfikir apalagi bertindak untuk selalu jujur ataupun selalu bohong. Karena sesungguhnya kejujuran dan kebohongan telah terpatri dalam diri kita masing-masing. Terima kasih


Terinspirasi atas pengumuman nilai jumat itu.

Cimanggis, 8 Mei 2010



Maulana Yasha

Kejujuran diri..being honest part I

kejujuran..sebuah ungkapan klasik yang menuntun kita untuk menyelami dan mendalami bagaimana seseorang berbuat, bertindak dan berkata jujur..sebuah memory klasik yang buat sebagian orang dianggap tidak penting dan dianggap muna bila kita melakukannya...ketika manusia saat ini lebih berorientasi pada tujuan akhir -( bukan proses)- makna kejujuran sering dilupakan, karena kejujuran merupakan sebuah proses panjang yang menjadi dilema untuk kita lakukan.

sebuah metamorfosa yang membuat kita menjadi lebih baik, tidak mudah untuk menggapainya, namun tidak sulit untuk melakukannya. fenomena Kejujuran yang semakin mengikis, membuat penulis gusar karena saat ini sebagian manusia telah kehilangan sebuah kebanggaan yang teramat penting, ibarat rambut yang menjadi mahkota seorang perempuan, yakni kejujuran. Teringat akan proses panjang ketika penulis pun mengalami hal serupa, melupakan kejujuran. Semasa periode SMA, yang merupakan periode transisi yang mengantar penulis untuk menyelami setiap lekuk indahnya perbuatan tanpa sedikit kejujuran. Masa indah yang membuat penulis berperilaku seperti bintang yang terang benderang dengan bintang-bintang (dibaca ; teman) lainnya. Beraktivitas organisasi yang membuat lupa waktu, sebagai ketua osis dan MPK penulis pun terlalu menikmati sebuah keindahan berorganisasi ; rapat, mengurus rekanan sponsor sekolah dsb. saat itu penulis terlalu asik menyelami indahnya masa remaja tanpa sadar ada ancaman di depan, yakni Ujian semester, ujian akhir sekolah dan puncaknya ialah ujian nasional. saat itu penulis pun melupakan kejujuran ; menyontek, memperoleh soal ujian semester pun penulis tempuh untuk menghadapi ancaman ( ujian -red). tentu saja, nilai penulis pun selalu cemerlang karena mencontek.

Tapi tahukah anda? itu (mencontek-red) hanyalah sebuah fatamorgana yang penulis dapatkan, hanya seperti mendapat oase di tengah padang pasir yang mengharu perih tubuh ini, padahal oase itu tidak nyata. Sesungguhnya itu hanyalah keberhasilah sesaat. Menyontek dan membuat kebetan memang membuat kita tenang, tapi tahukah anda bahwa sejujurnya, berdasarkan pengalaman penulis, walau dalam keadaan bagaimanapun kejujuran adalah hal mutlak. Pergulatan batin dan pikiranlah yang membuat penulis berubah. memang di sisi lain kita memerlukan sebuah nilai bagus yang menjadi patokan keberhasilan. tapi adakah kepuasan batin ketika kita mendapatkannya dengan cara seperti itu?

Manusia berhasil bukan karena ia dilahirkan untuk menjadi seorang yang jenius, kita ditakdirkan sama adanya, namun kita sendirilah yang mengubahnya, bukan karena pintar, tapi karena kemauan. Bukan karena keberuntungan, tapi ini masalah keinginan. Semua orang ingin mendapat nilai bagus. Tapi sejauh mana anda merealisasikan keinginan anda untuk mendapatkan nilai bagus tersebut? bukan berarti kita tidak bisa merubahnya, tapi kita belum mau merubahnya. cobalah berusaha jujur dalam melaksanakan setiap alunan soal2 yang diberikan. Dengan berusaha keras, berdoa dan tentu kejujuran, nilai bagus mutlak menjadi milik anda.

Tulisan ini bukan bermaksud menggurui ataupun memaksa kalian untuk menjadi jujur. karena jujur adalah sebuah pilihan. Dan penulis pun menyadari, tidak selamanya kejujuran itu baik. perlu sedikit kebohongan untuk menjadi seperti ini. Terima kasih


Cimanggis, 6 mei 2010




Maulana Yasha