Selasa, 22 Juni 2010

Sehari Cinta part 3...Sehari Cinta kutinggalkan padanya....

Awalnya biasa saja, ketika siang itu ia menyapaku. Rona wajahnya yang memerah ketika ku berpapasan dengannya, mengingatkanku akan senyuman putri indonesia yang kulihat dua hari yang lalu. senyumannya yang tipis, tapi menyejukkan. Begitulah dia, laura, dengan segala kesederhanaan yang ia miliki, ia berhasil mengikatku. Deretan kursi panjang yang terpapar lemah di sudut lantai 3 itu menemani obrolan ku bersamanya. Obrolan singkat, namun dalam. Begitulah akhir-akhir ini kulalui dengannya. Bersama dengannya adalah sebuah kebahagian, sebuah keindahan yang tidak semua orang bisa memiliki, mungkin aku adalah satu diantara sepuluh ribu pria yang bisa memiliki kebahagian itu, sementara yang lain hanya menikmati cinta karena keinginan sesaat, nafsu dan gengsi, ataupun karena maksud lain yang tidak bisa kita ketahui detailnya.

Jarum jam belum menunjukan pukul 12.30 ketika kuberanjak meninggalkan ia di sudut lantai 3 yang sepi itu, sementara ia berjalan menuju arah yang berlawanan, aku berjalan menuju ruang perkuliahanku. Tidak ada yang tahu percakapan ku dengannya saat itu, hanya aku, ia dan Tuhan yang tahu. Lorong lantai 3 itu terasa sepi. Hanya tersisa sekelebat bayangan laura yang terus berjalan menjauhiku. Padahal saat itu kuberharap ia berhenti dan berbalik kepadaku, namun kenyataannya lain. Setelah kusadari, ternyata hanya perasaanku saja lorong itu terasa sepi. Mungkin pikiranku menerawang entah kemana sehingga tidak mempedulikan keadaan sekitar, atau mungkin pikiranku tertinggal dan terbawa dalam senyumannya. Entahlah.

Sore itu, jarum jam menunjukan pukul 3 ketika dosen Analisis makanan menghentikan materinya, sementara yang lain beranjak dari kursi dan meninggalkan ruangan itu, aku hanya terdiam membuka layar handphoneku. Tak ada pesan masuk. Dengan langkah gontai ku menyusuri untaian anak tangga menuju lantai dasar kampus. Wajah-wajah penuh kelelahan terukir dalam setiap orang yang kutemui sore itu, belum sampai kumenginjakkan kaki pada anak tangga ketiga, kulihat sosoknya berjalan gemulai melewati gerombolan manusia yang memenuhi selasar lantai dua. Entah ia melihatku atau tidak, atau ia pura-pura tidak melihatku, ia terus berjalan santai menuju suatu ruangan di sudut lantai dua, dan menemui teman lelakinya sambil berangkulan, mesra.

Buyar. Sebuah kekosongan yang telah terisi olehnya kembali menghancurkanku. Sebuah jawaban atas ketidakpastian yang selama ini menggangguku terkuak di depan kedua bola mata. Kosong. Tiba-tiba pikiran ini kosong. getaran handphone buatan china milikku membuyarkan lamunanku. Dalam layar handphoneku terlihat sebuah pesan masuk darinya, dengan segera kubuka isi pesan singkat itu, tentunya sambil berharap ia menjelaskan lelaki itu bukanlah siapa-siapa baginya. Namun, dalam pesannya ia berkata , “jangan sms aku dulu ya..”. Ironi memang. Sebuah jawaban atas kebaikannya selama ini terjawab sudah.

Kekasih gelap. Entahlah. Mungkin begitulah aku di matanya, Atau mungkin aku yang salah mengartikan kebaikan ia padaku selama ini, atau aku yang salah menafsirkan perasaan ia padaku. Ia menganggap teman, dan aku menganggap lebih. Sebelumnya, kebaikannya adalah secercah harapan bagiku untuk masuk dalam ruang terkecil di hatinya untuk kutumbuhi benih-benih kasih sayang yang akan ku tancapkan padanya. Namun, ternyata itu salah. Ternyata aku salah mengartikan kode-kode yang ia kirim kepadaku, sinyal itu hanyalah sebuah sinyal pertemanan. Tak lebih.

Deretan antrian kendaraan bermotor yang memenuhi Margonda raya semakin merunyamkan pikiranku. Ditambah lagi perilaku pengemudi sepeda motor yang tidak memperhatikan sekelilingnya, serta perilaku sopir angkutan kota yang berhenti seenaknya menambah beban pikiranku. Perjalanan Lenteng Agung – Cimanggis kali ini terasa lama, padahal telah kucoba untuk membawa motorku secepat mungkin.

Sesaat pikiran itu kembali menggangguku, Ingin tahu siapa lelaki tersebut.

Kucuran air yang dikeluarkan shower kamar mandi membuatku sedikit lebih segar, cukup lama kumenikmati kucuran air yang membasahi setiap bagian tubuhku, bagai memadamkan panas api yang tak henti-hentinya padam dalam jiwaku. Di saat lain, Jari jemari ini terus mengajakku untuk menari di atas keypad smartphone milikku dan selalu merayuku untuk mengirim pesan singkat padanya, tapi kuurungkan niat itu untuknya. Bagiku, kebahagiannya jauh lebih penting. Biarlah perasaan ini terus terpendam di lapisan yang paling dalam. Hanya aku yang tahu.

Roda terus berputar, sore berganti malam. Suara jangkrik yang saling berbisik menemaniku malam itu, termenung di rooftoop 2nd floor rumah adalah tempat favorit bagiku untuk memikirkannya. Semilir angin malam yang menusuk setiap persendian tak menghalangiku untuk menikmati indahnya rangkaian bintang yang menghiasi malam. Tentunya sambil berharap bintang jatuh dapat kunikmati malam itu, dan ku pun berharap dalam doaku ketika malam itu kutemui bintang jatuh. Sebuah Make a wish yang kupanjatkan kepada-Nya.


Pukul 22.00
Dering SMS berbunyi dari handphoneku, tak lama berselang kubuka pesan singkat darinya :

“maaf ya tadi ada cowo aku, besok ketemu yah jam 9..jangan lupa..love u^^”


Ketika kau terdiam, terduduk dan termenung sunyi,
kau adalah sebuah lukisan kecil yang terus menggoda,
Namun, ketika kau berlari lalu bersembunyi dibelakangku,
kau adalah sebuah misteri yang seharusnya tak pernah melekat di hati.



BEING HONEST Part V

Cerita ini hanyalah sebuah karangan. Apabila ada kesamaan dan kemiripan dalam alur maupun tokoh, itu tak lain hanyalah kebetulan belaka, karena kejadian ini adalah umum ditemui.


Cimanggis, 3 juni 2010
Diposkan oleh Maulana yasha di 16:38 0 komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar