Kamis, 24 Juni 2010

Sehari cinta kutinggalkan padanya part 4..sebuah ketidakpastian..

Kamis yang cerah, mataku masih terlalu sepat rasanya ketika kucoba melawan kantuk yang teramat sangat menghipnotisku, jarum jam menunjukan pukul 7 ketika kumelihat jam dinding yang selalu setia menggantung di tengah dinding kamarku, selalu menemaniku, selalu setia mengingatkan apa yang harus kukerjakan hari ini, walaupun terkadang aku adalah pengkhianat waktu, tapi ia tanpa lelah terus mengingatkan dan membuatku mengetahui akan pentingnya waktu. Malas bagiku untuk mengikuti kuliah Bahasa Indonesia saat itu. Masih cukup sepi suasana kampus ketika kumelihat sosok laura dari kejauhan, masih terlalu jauh bagiku hanya untuk sekedar menunggu dan menyapanya, nanti saja, pikirku.
“Ih sombong..” kata laura. Aku hanya bisa tertegun, terkaget mengetahui sosoknya sudah berdiri di belakangku.
“ngga kok..udah masuk nih..ayo buruan” ucapku.
“tunggu donk…” Kutinggalkan laura tiga langkah dibelakangku, aku hanya bisa tersenyum dalam hati ketika sejenak kumelihat sosoknya tersengal-sengal menaiki anak tangga, kubuka pintu ruangan 309 ketika dosen bahasa Indonesia sedang memberikan materi kuliah pagi itu, dua papan tulis penuh sudah dilahapnya ketika kumelewati sosoknya menuju bangku nomor dua dari belakang. Aku duduk di belakang, sementara laura duduk paling depan.

“nanti malam ketemu yah di tempat biasa..”

Berat rasanya untuk tidak menemuinya malam ini, sebuah pesan singkat yang tadi pagi ia kirimkan berhasil menggodaku, begitulah aku, terlalu rapuh untuk hal-hal yang seharusnya bisa kuhindari, ajakan makan malam darinya adalah kesempatan langka yang sayang untuk kulewati. Seperti biasanya, sebagai seorang penulis, deadline tulisan yang akan kukirimkan kepada salah satu surat kabar telah menungguku, belum terlalu sore rasanya untuk sekedar merampungkan tulisan yang akan ku kirim, masih ada waktu sebelum ku bergegas menemui laura di salah satu kafe di bilangan cibubur yang terkenal sangat ramai. Hanya perlu sedikit editing sebelum tulisan ini kukirimkan kepada pemimpin redaksi yang galak itu, dia adalah pak hermanto, pemimpin redaksi yang selalu disegani oleh karyawannya. Tapi bagaimanapun, ia adalah sosok disiplin yang mampu membawa surat kabar itu menjadi salah satu surat kabar yang cukup mumpuni di negeri ini. Beruntung bagiku bisa mengisi salah satu kolom di sana, perkenalanku dengan pak hermanto pun terjadi secara tidak sengaja, anak perempuannya, riany, adalah teman sekampusku. Ia yang pertama kali memperkenalkan tulisanku kepada ayahnya, hingga suatu saat aku dipanggil untuk menghadap dengannya. Mulai saat itulah aku rutin mengisi salah satu kolom di surat kabar itu setiap minggu.

Sebuah pesan singkat mendarat di layar handphoneku ketika aku sedang merampungkan editing tulisan yang harus kukirim malam ini. Sebuah nama terpampang jelas di layar handphoneku,laura, dalam pesannya ia kembali mengingatkanku untuk datang malam ini. Pasti, hanya itu kata yang kukirimkan padanya.

Kafe , pukul 19.15 malam
Malam itu, kulihat sosok laura tampak berbeda dari biasanya, paduan gaun semi formal hitam selutut dan sepatu high heels membuat laura tampak cantik malam itu, anggun, gemulai dan feminim tentunya. Tatapan mataku seolah tak ingin terlepas darinya, kulihat sosok laura yang begitu sempurna dibalut dengan kecantikan wajahnya membuatku sedikit menelan ludah untuk menikmati pancaran wajahnya yang begitu menghipnotisku. Sempurna, walaupun ku tahu tak ada manusia yang sempurna, begitulah sosok laura malam itu. Andai saja kubisa memberikan nilai dari satu sampai sepuluh, pasti angka sepuluh telah kuberikan padanya. Berlebihan memang, tapi kurasa itu harga yang pantas untuk sebuah kecantikannya, begitu mempesona.

“hey..” laura mengagetkanku saat tatapan mataku belum tersadar dari keelokan wajahnya. Aku hanya bisa terdiam, sesaat pikiranku belum kembali normal seperti biasanya saat ia menyapaku, begitu menghipnotisku. “hai..” sapaku. Kecupan bibir laura tiba-tiba mendarat di pipiku, lagi-lagi aku hanya bisa terdiam, menikmati saat-saat yang mungkin takkan pernah terulang lagi atau akan terulang di setiap pertemuan berikutnya, begitu harapku.
“jalan yuk..” ucap laura ketika aku belum saja menyempatkan diriku untuk terduduk di kursi yang telah kutarik dari tempatnya.
“kemana? udah malam ra…” belum selesai ku mengajukan pertanyaan kepadanya, ia telah menutup mulutku dengan jarinya yang sangat lentik. Menyentuh tipis tepat di tengah bibirku, ia hanya tersenyum menatapku. Senyuman yang menggoda, Aku pun hanya bisa terdiam, membiarkan diriku larut bersamanya malam itu, Dengan sedikit rayuan dan sifatnya yang sedikit memanja, laura berhasil memaksaku untuk pergi bersamanya. Entah kemana. Tanpa pikir panjang, laura langsung menarikku untuk masuk ke dalam mobilnya.

Cibubur junction 20.00 malam
Aku hanya menurut mengikuti langkahnya ketika ia mengajakku menonton salah satu film favoritnya, Sebuah permintaan dipanjatkan laura ketika kuberjalan menuju dirinya setelah kumembeli tiket film itu ,
“masih lama kan filmnya, ke bawah dulu yuk sebentar” lagi-lagi aku hanya bisa mengikuti permintaannya. Seperti anak kecil dipelukkan ibunya, selalu menurut untuk mengikuti perintah orang tuanya, begitulah aku saat itu.
“mau kemana ra? oia ini tiketnya..” ucapku sembari menjulurkan sebuah tiket yang telah kupesan sebelumnya. Kulihat tatapan picik tersembul di kedua matanya, senyuman yang berbeda dari biasanya menambah rasa penasaranku saat itu, tapi laura kembali meyakinkanku.
“udah ikut aja, tutup mata kamu yah..please…sebentar aja..ga nyampe 5 menit kok..mau yah,,” begitulah laura, selalu saja merayu dengan kata-kata yang terdengar manja di telingaku, sulit bagiku untuk menolak permintaannya, apalagi ia hanya menyuruhku untuk menutup mataku dengan selembar kain berwarna hitam miliknya. laura hanya menuntunku untuk mengikuti alunan langkahnya ketika mataku tertutup oleh kain hitam miliknya,

“tunggu sebentar yah..nanti kalau ku misscal baru boleh dibuka..aku mau ngasih surprise buat kamu,.jangan dibuka pokoknya..kalo dibuka, aku marah..” ujar laura ketika ia meninggalkanku di salah satu ruangan yang sama sekali tidak kuketahui letaknya. Aku hanya bisa menunggu, padahal menunggu adalah pekerjaan yang paling membosankan bagiku, sambil menunggu, aku hanya bisa membayangkan senyumannya yang kulihat beberapa menit yang lalu, menikmati saat-saat indah ketika ia berbicara dan menatapku, menikmati suaranya yang menggemaskan ketika ia memintaku dengan sikapnya yang manja.
Sepi, detik demi detik mengalir, tanpa sedikitpun kumerasakan sosok laura datang menghampiriku, terlalu lama kumenunggu saat itu. Kurasakan getaran alunan kaki menghampiri tempatku berdiri, kudengar suara perempuan sayup-sayup terdengar pelan di telingaku, laura, itu pasti laura, pikirku. Karena ku tahu laura adalah sosok penuh kejutan yang membuat hidupku selalu berwarna, yang membuat hidupku selalu dipenuhi keceriaan bila kuselalu dengannya. Kucoba membuka ikatan kain hitam yang melekat di kedua mataku, sudah terlalu lama bagiku untuk menunggu, tak ada pesan atau dering pesan masuk dari laura, hanya ada setangkai bunga mawar merah dan secarik kertas terletak dihadapanku. Mawar yang indah dan tulisan yang singkat, namun penuh makna.

“aku selesaiin urusanku sama pacar aku,
10 menit aja..
Kalo kamu sayang aku,
Cari aku…love u..

Tertanda,

Laura “

to be continue..sehari cinta part V..

Cerita ini hanyalah karangan dan fiksi belaka..bila ada kesamaan ataupun kemiripan pada karakter atau tokoh maupun tempat kejadian, itu hanyalah sebuah ketidaksengajaan, karena cerita ini adalah lazim ditemui.

Cimanggis, 11 juni 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar